Electronic Theses and Dissertation

Keberadaan gelandangan dan pengemis dalam wilayah Kota Banda Aceh semakin meningkat jumlahnya sehingga mulai meresahkan masyarakat, mengurangi kenyamanan dan ketertiban di tempat-tempat umum. Penanganan masalah gelandangan dan pengemis menggunakan Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 7 Tahun 2018 yang diatur di dalam Pasal 2. Gelandangan dan pengemis menjadi permasalahan yang sulit ditemukan solusinya, salah satu penyebab sulitnya untuk menemukan solusi dari berbagai alasan seperti kurangnya sumber daya dan juga tidak adanya kolaborasi yang bisa memberikan realisasi penyelesaian. Oleh karena itu, perlu dilakukan penerapan model Collaborative Governance untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam hal ini Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja membutuhkan kolaborasi dalam pembinaan gelandangan dan pengemis yang ada di Kota Banda Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan penerapan model Collaborative Governance pada Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja serta hambatan dalam pembinaan gelandangan dan pengemis di Kota Banda Aceh. Dalam penelitian ini menggunakan teori Collaborative Governance. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa penerapan model collaborative governance pada Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja masih berjalan hingga saat ini. Dinas Sosial Kota Banda Aceh memiliki wewenang untuk menangani gelandangan dan pengemis dengan melakukan beberapa kegiatan seperti razia, pembinaan mental/aqidah dan pembinaan fisik. Sedangkan Dinas Tenaga Kerja Kota Banda Aceh memberikan pembinaan dan pelatihan skill/keterampilan. Namun, sampai saat ini program tersebut belum bisa mengoptimalkan pembinaan yang dilakukan berdasarkan data jumlah gelandangan dan pengemis di Kota Banda Aceh masih mengalami fluktuasi, faktor penghambat Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja dalam pembinaan gelandangan dan pengemis di Kota Banda Aceh adalah keterbatasannya sarana dan prasarana, anggaran dan yang terakhir adalah kurangnya partisipasi masyarakat. Diharapkan Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja perlu mengoptimalkan pembinaan yang dilakukan. Tujuannya adalah untuk menurunkan jumlah gelandangan dan pengemis yang ada di Kota Banda Aceh.
Kata Kunci : Collaborative Governance, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja.

The number of homeless and beggars in the Banda Aceh City area is increasing in number so that it is starting to disturb the public, reducing comfort and order in public places. The handling of the problem of homeless and beggars using the Banda Aceh mayor’s regulation number 7 of 2018 which is regulated in article 2. Homeless and beggars are problems that are difficult to find a solutions for. One of the causes of the difficulty ini finding solutions for various reasons such as lack of resources and also the absences of collaboration that can provide realization of solutions. Therefore, it is necessary to implement a collaborative governance model to solve this problem. In this case the social service and the labor service need collaboration in fostering homeless people and beggars in the city of Banda Aceh. This study aims to find out and explain the application of the collaborative governance model in the social service and labor service as well the obstacles in fostering homeless people and beggars in the city of Banda Aceh. In this study using the theory of collaborative governance. This study uses a qualitative approach. The results of this study found that the application of the collaborative governance model at the social service and labor service is still running today. Banda Aceh City Social Service has the authority to deal with homeless people and beggars by carrying out several activities such as raids, mental coaching and phsycal coaching. Meanwhile, the Banda Aceh City Manpower Services provides coaching and skills training. However, until now the program has not been able to optimize the guidance carried out based on data on the number of homeless people and beggars in the city of Banda Aceh still experiencing fluctuations, the inhibiting factor for the social service and the labor service in fostering the homeless and beggars in the city of Banda Aceh is limited facilities and infrastructure, budget and the last is the lack of community participation. It is hoped that the Social Services and The Manpower Office need to optimize the coaching that is carried out. The goal is to reduce the number of homeless and beggars in the city of Banda Aceh. Keywords: collaborative governance, Social Services, labor offices.