Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
SKRIPSI
DEGRADASI BUDAYA AKIBAT ASIMILASI PADA MASYARAKAT MELAYU TAMIANG : ANALISIS PRAKTIK SOSIAL PIERRE BOURDIEU
Pengarang
SIGIT SURYANDA - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Faradilla Fadlia - 198410012014042001 - Dosen Pembimbing I
1991104292019031015 - - - Dosen Pembimbing II
Nomor Pokok Mahasiswa
1610103010030
Fakultas & Prodi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik / Ilmu Politik (S1) / PDDIKTI : 67201
Subject
Penerbit
Banda Aceh : Fakultas FISIPOL., 2021
Bahasa
Indonesia
No Classification
303.482
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
Asimilasi identik dengan pembauran satu kebudayaan, asimilasi yang terjadi di suatu daerah menyebabkan berkembangnya daerah tersebut dan majunya sumber daya manusia di daerah tersebut, hal ini dikarenakan masyarakat lokal yang lebih menerima masyarakat pendatang dan lebih terbuka dengan setiap hal – hal baru yang mereka terima, selain dari pada itu asimilasi menciptakan sebuah toleransi yang besar pada suatu daerah. Seharusnya asimilasi yang terjadi di masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah, namun berbeda halnya dengan yang terjadi di daerah Aceh Tamiang. Asimilasi yang terjadi mengakibatkan pudarnya budaya dan bahasa lokal di daerah tersebut. Penelitian ini bertujuan menganalisis degradasi budaya akibat asimilasi yang terjadi pada suku pribumi Tamiang pasca masuknya masyarakat pendatang di wilayah Aceh Tamiang. Dalam Penelitian ini penulis menggunakan teori Praktik Sosial Pierre Bourdieu sebagai alat analisis terhadap fenomena degradasi budaya yang terjadi pada masyarakat pribumi Aceh Tamiang. Penelitian ini menggunakan metode Pendekatan campuran (mixed methods). dengan mengandalkan studi Pustaka, kueisoner/angket, observasi serta wawancara mendalam. Penelitian ini dilakukan di Aceh Tamiang, Aceh, Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasca masuknya masyarakat pendatang menyebabkan degradasi budaya yang berdampak tidak hanya hilangnya budaya asli (bahasa, adat, karakter, dst), namun juga mengancam eksistensi masyarakat Tamiang itu sendiri. Karena masyarakat suku tamiang tidak memiliki keahlian dalam berdagang mengakibatkan mereka tersisihkan dari wilayah kota (daerah tengah). Masyarakat suku asli Tamiang pada dasarnya menggantungkan hidupnya dengan bertani dan berkebun, karena sebab itu masyarakat suku asli Tamiang hanya mendominasi di wilayah hulu (Babo, Tenggulun, Pulau Tiga, Kalui) dan hilir (Seruway), namun menjadi minor pada wilayah kota yang mana adalah pusat perdagangan dan ekonomi.
Assimilation is identical with the assimilation of one culture, assimilation that occurs in an area causes the development of the area and the advancement of human resources in the area, this is because local people are more accepting of immigrant communities and are more open to every new thing they receive, in addition to rather than assimilation creates a large tolerance in an area. Supposedly assimilation that occurs in the community can improve the welfare of the community in an area, but this is different from what happened in the Aceh Tamiang area. The assimilation that occurred resulted in the fading of the local culture and language in the area. This study aims to analyze the cultural degradation due to assimilation that occurred in the indigenous Tamiang tribe after the entry of immigrant communities in the Aceh Tamiang region. In this study, the author uses the theory of Pierre Bourdieu's Social Practices as an analytical tool for the phenomenon of cultural degradation that occurs in the indigenous people of Aceh Tamiang. This study uses a mixed approach (mixed methods). by relying on library studies, questionnaires, observations and in-depth interviews. This research was conducted in Aceh Tamiang, Aceh, Indonesia. This study shows that after the entry of immigrant communities, cultural degradation has an impact not only on the loss of original culture (language, custom, character, etc.), but also threatens the existence of the Tamiang community itself. Because the Tamiang people do not have expertise in trading, they are excluded from the city area (central area). The indigenous people of Tamiang basically depend on farming and gardening for their lives, therefore the indigenous people of Tamiang only dominate in the upstream (Babo, Tenggulun, Pulau Tiga, Kalui) and downstream (Seruway) areas, but become minor in the city area which is center of trade and economy.
PENGARUH ASIMILASI BUDAYA TERHADAP PENGGUNAAN BUSANA PENGANTIN MELAYU DI KECAMATAN KARANG BARU ACEH TAMIANG (NURUL HUSNAH, 2023)
DEGRADASI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT LOKAL DI PUSAT KOTA KABUPATEN ACEH TENGAH (Zulaiha, 2022)
ASIMILASI MASYARAKAT PENDATANG DENGAN MASYARAKAT LOKAL (ASIMILASI ETNIS TAMIANG DAN ETNIS BATAK DI DESA RANTAU PAUH, KECAMATAN RANTAU, KABUPATEN ACEH TAMIANG) (Mutia, 2018)
ASIMILASI ANTARA SUKU ANEUK JAMEE DENGAN SUKU KLUET (STUDI DI GAMPONG MEURSAK DAN JAMBOE PAPAN, KECAMATAN KLUET TENGAH, KABUPATEN ACEH SELATAN) (Abdus Satari, 2018)
ASIMILASI DAN PERGESERAN NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT GAYO DI KECAMATAN PINTU RIME GAYO KABUPATEN BENER MERIAH (RAMADHAN, 2016)